Home › Forums › Peraturan akademik › 4 Cobaan yang Dihadapi Mahasiswa pas Skripsian di Rumah
This topic contains 0 replies, has 1 voice, and was last updated by Anonymous 4 years, 7 months ago.
-
AuthorPosts
-
May 16, 2020 at 6:02 pm #1396
AnonymousMengerjakan skripsi di tempat tinggal ? Sebelumnya aku konfiden kalian nggak pernah membayangkan hal ini bakal terjadi. Ada yang bahagia lantaran jadi mampu lebih santai di tempat tinggal , akan tetapi terdapat jua yg nggak senang karena ngerasa jika skripsian pada tempat tinggal itu jauh lebih susah dibanding skripsian pada kampus. Nih aku intipin alasan kenapa skripsian pada rumah jauh lebih susah.
1. Sulit nyari surat keteranganYang namanya skripsi niscaya butuh surat keterangan kan ya. Nggak akan bisa dikerjain dengan mengarang bebas & berimajinasi. Masalahnya, buat nyari referensi itu butuh buku dan jurnal yg biasanya mampu ditemukan pada perpustakaan, baik itu perpus kampus sendiri, kampus tetangga, atau perpus kota. Terus bila nggak mampu ke perpus gimana dong?
Ya emang sih udah banyak e-library & situs donlod-donlodan jurnal, akan tetapi kenyataannya nggak seluruh orang mampu ngakses situs ini. Ada yg nggak punya kota, terdapat yang nggak punya biaya (misal e-booknya berbayar), & ada juga yang emang nggak tahu gimana caranya mengunjungi website ini, apalagi donwload kitab berdasarkan sana HAHAHAHA.
Contohnya teman saya yg kemarin nanya gimana caranya akses jurnal online & download e-book menurut sana. Sebagai orang yang jua nggak pernah akses jua (lha sama aja) saya cuma sanggup kasih saran buat, “searching aja pada internet”, setelah aku kasih tahu begitu, beliau nggak ngasih liputan apa-apa lagi terkait pencariannya itu…
2. Bimbingan online ribet dan lemotKatanya Generasi milenial itu udah terbiasa sama yg online-online. Belajar online, bayar SPP online, belanja online. Ta ta ta akan tetapi, gimana menggunakan bimbingan online?
Buat mahasiswa jaman kini yang emang udah jadi digital native, manfaatin teknologi emang gampang. Tapi pernahka kita mikirin gimana dosen doa ziarah pembimbing kita yg notabene gen X nyaris boomer, umur mereka udah 50 tahun ke atas, apa mereka biasa lama -lama pada depan laptop jua kayak kita? Apa mereka kuat lihat notifikasi wasap yang bejibun berdasarkan mahasiswa yang pengin bimbingan? Ya belum tentu, Browwww. Belum tentu.
Karena (sanggup jadi) nggak fasih itu, dosen pembimbing sering lama balas chat mahasiswanya, artinya dosen jadi lama merevisi, dan lama nge-ACC skripsi yg berdampak pada durasi lulusnya mahasiswa.
Terus jikalau telah begitu, mahasiswa bisa apa? Nyepam chat banyak-poly gitu biar dosen jengkel terus balas pesan kita? Atau vidcall dosen untuk nanya progres skripsi kita sudah dikoreksi apa belum? Yang terdapat, mahasiswa malah dicerai, nggak diakui lagi jadi anak bimbingannya. Halah Mampus. Ujung-ujungnya mahasiswa hanya sanggup pasrah, menunggu & menunggu. Entah hingga kapan. *nangis pada pojokan*
3. Nggak sanggup penelitian lapanganEmang nggak semua mahasiswa ngelakuin penelitian lapangan. Tapi sebagian besar iya. Bayangin aja, skripsi mahasiswa teknik pangan adalah membuat penemuan baru kopi dari biji rambutan. Mungkin mahasiswa tersebut sanggup mengganti biji rambutan jadi adonan halus jika dilakukan di tempat tinggal . Ia mampu menggunakan indera dapur emaknya. Tapi buat uji lab? Apakah di rumahnya terdapat indera-alat misalnya di laboratorium? Kalau nggak, apa sanggup tanpa uji lab output inovasinya bakal dicap berhasil? Lagi-lagi belum tentu. Belum tentu.
Contoh lain, mahasiswa pendidikan yang skripsinya berjudul “Pengaruh contoh pembelajaran Student Teams Achievment Divisions Terhadap Hasil Belajar Siswa.” Hayoo gimana? Ngerjainnya pada rumah aja judul skripsinya kaya gitu. Mau ke sekolahan, sekolah dalam libur. Lewat online, belum tentu optimal. Terus gimana mau nulis di bagian pembahasan jika nir ada praktik ke sekolah, mau ngarang?
Kabar baiknya, terdapat beberapa kampus yang membarui skripsi jadi artikel ilmiah konseptual jadi tidak perlu lagi praktik ke lapangan. Cukup melakukan studi kepustakaan. Dan kalaupun tetap menyelesaikan skripsi semoga dosen memberi keringanan bagi mahasiswa yang diwajibkan terjun ke lapangan.
4. Rumah nggak kondusifNggak semua mahasiswa kaya, punya tempat tinggal gede. Nggak seluruh mahasiswa mempunyai keluarga yg harmonis. Nggak semua mahasiswa dikasih privilese sama orang tuanya buat tetap stay pada depan laptop, fokus ngerjain skripsi. Nggak semuanya seperti itu. Lantas apa pengaruhnya menggunakan garap skripsi? Karena tempat tinggal nir kondusif, sulit buat kita sebagai mahasiswa bisa penekanan, madep jejeg depan laptop.
Bisa aja kan, pas lagi mumet ngerjain skripsi, tetiba denger pertengkaran orang tua yg lagi ngributin uang belanjaan. Atau pas lagi penekanan mikir rumusan masalah, tiba-datang emak manggil, “Sutinah sini bantu bunda nguleg sambel” “Sutinah tolong cebokin adek.” Laah berabe.
Lagi, apabila mahasiswa itu punya banyak adik & keponakan yg tinggal serumah, dia mau ngerjain skripsi sudah berusaha ngunci diri di kamar. Namanya anak kecil terdapat-ada aja kan tingkah lakunya, sekali nggak dibukain pintu, ya akhirnya gedor-gedor pintu. Hal-hal tersebut tak jarang terjadi, bukannya bikin hati riang tapi malah kebalikannya hati dongkol pikiran pusing, nggak fokus, ujung-ujungnya nggak kelar-kelar tuh skripsi.
Dari beberapa faktor yang saya sebutin pada atas, mungkin terjadi pada sebagian mahasiswa, mungkin tidak. Nah buat temen-temen yg sekarang lagi fokus ngerjain skripsi akan tetapi tetap pada tempat tinggal aja, semoga bisa tabah mengahadapi segala cobaan ya. Tetap semangat, pantang menyerah. Kita enggak sendirian. Di luaran sana ada banyak mahasiswa yang nasibnya sama kaya kita. Dan buat temen-temenku yang telah sidang. Selamat ya. Kalian luar biasa. Tapi jangan lupa bantu temen kalian yg masih terjebak pada kubangan bab 2, bab 3, atau bab 4.
-
AuthorPosts
You must be logged in to reply to this topic.